Katanya darah seni
itu turunan. Menggambar, musik, menulis, membaca. Jika aku pikir-pikir, aku mengenal itu semua
dari almarhum Bapak. (Bukan bermaksud bilang kalau aku ini seniman, mungkin lebih tepat disebut penyuka dan penikmat seni)
Dulu waktu aku
masih SD, Bapak lah yang mengenalkanku pada gitar. Aku masih ingat, sebuah gitar akustik
sederhana, dengan stiker bergambar singa pada bodinya. Sebuah gitar yang sering dimainkan Bapak
ketika siang hari sepulang aku sekolah atau sore sebelum jam makan malam.
Lagu Karo yang waktu itu aku tidak mengerti artinya, lagu-lagu Ebiet G
AD, atau lagu-lagu milik The Scorpion. Kadang
kami, anak-anak Bapak, meminta Bapak mengiringi jika kami ingin menyakikan lagu
anak-anak, seperti “Naik-naik ke puncak gunung”, atau “Di sini senang, di sana
senang”. Hingga suatu saat aku penasaran
dengan bagaimana cara memainkannya dan bertanya pada beliau.
Kunci pertama yang Bapak ajarkan adalah kunci A. Dan setelah itu aku tidak penasaran lagi, karena menurutku rasanya sulit. Setelah itu aku tidak bertanya maupun mencoba lagi. Ujung jari-jariku terasa sakit, dan bunyi yang dihasilkan
ketika aku menggenjreng nya terdengar seperti “plekethek.. plekethek”. Aku baru belajar lagi ketika sudah duduk di bangku SMP, ketika jemariku sudah lebih besar, begitu juga rasa keingintahuanku.
Dulu waktu aku masih SD kami memiliki
sebuah keyboard mini yang dilengkapi tombol instrumen dan juga kunci dasar
serta pilihan jenis bunyi. Aku dan adik
lelakiku sangat menyukai alat musik ini.
Kadang Bapak memintaku untuk menyanyi dengan diiringi keyboard mini ini,
lalu merekamnya dengan Tape recorder.
Tentu saja, aku harus berlatih dahulu sampe dirasa cukup bagus, sebelum
Bapak mulai menekan tombol “RECORD”.
Tahu sendiri lah, jaman segitu, belum ada fasilitas “delete” jika hasil
rekamannya tidak memuaskan. Entah
sekarang dimana hasil rekamannya, aku rasa itu bahkan sudah hilang ketika aku
menginjak bangku SMP.
Sama halnya musik,
aku mengenal menggambar juga dari Bapak.
Bapak mengajariku menggambar gajah dan kuda beserta step by step-nya. Aku
bukanlah pelukis yang handal. Jauh dari
situ malah. Aku tidak tahu banyak tentang lukisan ataupun sejarahnya. Tapi aku suka memandangi lukisan yang aku
lihat (kapanpun, di manapun), lalu asyik dengan pertanyaan-pertanyaan dikepala
yang muncul ketika aku melihat lukisan-lukisan tersebut.
Lukisan Bolang (Kakek) oleh Bapak
Pun ketika aku
sedang menggambar, aku sangat menikmati prosesnya. Entah itu menggambar menggunakan pinsil,
ballpoint, spidol, cat warna, komputer (apapun/ bagaimanapun hasilnya)
Me - with Klara dan sisa cat air Nina Nino
Lalu tentang menulis
dan membaca. Saya tau bahwa Bapak suka
membaca dari koleksi novel-novel beliau yang tersimpan di loteng. Ketika Bapak ketika Bapak pulang setelah
sekitar sebulan kerja di luar kota, selain oleh-oleh makanan, dulu beliau
sering membawakan kami Novel. Bukan
novel baru, tapi tetap saja membuat kami, anak-anaknya senang. Satu diantara beberapa novel yang sering
dibawa Bapak adalah karya Agatha Christie.
Aku tahu bahwa
Bapak juga suka menulis, ketika menemukan sebuah buku berisi tulisan tangan
Bapak. Pada halaman pertamanya ada
tulisan “Siluman Harimau”. Kakak
perempuanku juga adalah seorang penulis.
Dia menulis beberapa novel dan cerpen ketika dia masih SMA dan semester
awal kuliah, meskipun tidak pernah
diterbitkan. Dan aku adalah penggemar
nomer satunya. Saat ini ia lebih fokus
pada passion dia yang lain, yaitu sebagai instructor senam.
Aku sendiri
menyukai proses menulis, meskipun lebih sering asal-asalan dan tidak
konsisten. Tapi aku menyukainya. Ketika menuangkan apa yang ada dipikiranku,
imajinasiku, atau bahkan mimpi-mimpi anehku dalam bentuk tulisan.
Aku menemukan "my very own room", ketika bemain gitar, menulis dan mencoret-coret sesuatu diatas kertas.
Aku menemukan "my very own room", ketika bemain gitar, menulis dan mencoret-coret sesuatu diatas kertas.
Dan saat ini, aku
mendengarkan lagu Wind of Chage-nya Scorpion, minum kopi hitam kesukaan Bapak
(Kaca mata), aku menulis sambil membayangkan Bapak yang sedang memainkan gitar
dengan rokok terjepit diantara jari-jarinya.
Tersenyum memandangi kami.
Yeah, aku memang
lagi merindukan beliau.
*Doa untuk tempat terbaik di sana untuk Bapak
~J
No comments:
Post a Comment