Sunday, May 3, 2020

Ramadhan Di Tengah Pandemi ( Ketika harus di rumah saja)

 Jum’at, 24 April 2020, lewat tengah malam.
Hujan deras mengguyur malam. Aku terbangun dan melihat jam di telepon genggam.  Masih pukul 2 lewat.  Terlalu dini untuk membangunkan anak-anak untuk bersahur, aku memutuskan untuk bangun dan sholat tahajud.  Malam selalu memberiku sesuatu yang tidak bisa kudapatkan di siang hari, kesunyian.  Hujan selalu memberiku sesuatu yang tidak selalu bisa kudapatkan saat cerah, suasanya nyaman. Malam yang hujan, menggiringku untuk melamun.  Memikirkan tentang hari pertama bulan Ramadhan tahun ini.


Tidak seperti sebelumnya dimana dulu kami mengawalinya dengan tarawih di Masjid.  Lalu suara bedug yang nyaring berirama selepasnya.  Suara tadarus yang terdengar dari pengeras suara mushola dekat rumah.  Malam kemarin, berlalu seperti malam biasanya.  Hanya Nino yang mengeluhkan karena tidak bisa tarawih di masjid, dan akhirnya mengerti, situasi tidak memungkinkan untuk melakukannya.  

Situasi apa? Pandemi Covid-19.  Pandemi yang telah menelan ratusan ribu bahkan jutaan korban.  Baik yang telah meninggal dunia maupun sakit dalam perawatan insentif.  Saya sendiri bukan termasuk orang yang terus menerus melihat berita maupun artikel tentang Covid-19 yang di-share di media sosial maupun group WA.  Cukup mencari dari sumber yang saya pikir terpercaya, dan membagikan dengan cara sederhana kepada keluarga.  Tentang bahaya Covid-19 dan bagaimana cara kita untuk selalu mewaspadainya.  

Alhamdulillah, anak-anak cukup paham.  Tentang Phisical Distancing dan pentingnya Stay at home. Meskipun awalnya mereka mengeluh bosan.  Sebuah tantangan tersediri bagi saya sebagai orang tua untuk membuat mereka tetap produktif meskipun di rumah. Memberikan challenge sederhana yang membuat mereka tetap sibuk.  Mulai dari membuat sebuah karya dari cardboard, membuat design, menulis, memasak, mengenalkan excel hingga berjualan online.



Saya sendiri pun sedang menerapkan WFH berjadwal dimana saya kerja di kantor hanya 2 - 3 kali seminggu.  Di situ saya menunjukkan kepada anak-anak, bahwa saya pun tetap produktif bekerja meskipun di rumah.  Mengerjakan tugas rutin, membuat laporan hingga meeting, bisa dilakukan di rumah. Tidak mudah memang, harus melakukan hal-hal yang diluar kebiasaan.  Tapi bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan.



Pukul 3.00 pagi.
Hujan masih turun dengan deras.  Aku mulai menyiapkan makan sahur. Aku bangunkan anak-anak untuk membantuku.  Membawa makanan di ruang TV, tempat yang cukup luas untuk kami duduk dan makan bersama. Sahur pertama bulan Ramadhan tahun ini. Kami membaca niat yang biasanya kami baca saat selesai Tarawih, kemudian makan sambil ngobrol.  Selesai makan, anak-anak membantu membereskan alat makan dan membersihkan karpet.  Beberapa hal yang kusadari harus aku syukuri karena Covid-19 ini ; (1) Kami lebih memperatikan kebersihan diri dan lingkungan. Anak-anak mencuci tangan setiap sebelum makan atau mempersiapkan makan dan lebih memperhatikan kebersihan rumah. (2) Kami menghabiskan lebih banyak waktu bersama.  Bertukar cerita sehingga aku bisa menyisipkan “nasehat” tanpa terkesan “menasehati”. Anak-anakku yang sedang meremaja, aku tahu mereka cenderung tidak suka ketika aku mulai “menasehati” mereka.
Doaku; Semoga kami bisa menjalani hari pertama puasa kami dengan baik.  Semoga kami bisa menjalani bulan Ramadhan ini dengan baik.  Semoga Ramadhan ini menjadikan kami umat yang lebih baik.  Aamiin.

24 April 2020 - pukul 4.30 sore
Aku pulang kerja lebih awal. Hari pertama puasa ini, jalanan tidak seramai ramadhan sebelum-sebelumnya.  Biasanya ada pemuda pemudi yang berjualan atau membagikan takjil di bawah traffic light.  Tapi sore ini, aku tidak melihatnya.  Biasanya parkiran restoran itu penuh dengan motor dan mobil yang berjajar para konsumen yang ingin berbuka. Tapi hari ini hanya kulihat beberapa motor saja.  Biasanya banyak ‘penjual musiman’ yang muncul di beberapa tempat di Salatiga.  Tapi tidak hari ini.  Hanya kutemui beberapa pedagang saja di sepanjang jalan yang kulewati dari kantor ke rumah.  Terlintas di pikiranku, hal yang biasanya bisa jadi ‘jalan rejeki’ beberapa orang, kini tidak bisa lagi.  Dalam hati aku membatin doa; Semoga ada “jalan rejeki” yang lain. Allah tidak akan memberikan ujian melebihi kemampuan umatnya.  Sungguh Allah maha pengasih lagi maha penyayang.
Sampai rumah, alhamdulillah, menu berbuka sudah disiapkan oleh anak-anak dan ayahnya. Aku hanya perlu mandi, ganti baju, dan bersiap berbuka.

Puasa hari pertama ini berjalan lancar. Alhamdulillah ya Allah.

Minggu pagi, 26 April 2020
Seorang rekan kerja mengirimkan pesan WA, menanyakan apakah ada warga di sekitar rumahku yang perlu dibantu sembako? Ada beberapa warga, yang aku tahu, sebelumnya sudah diberikan bantuan dan ada juga yang belum.  Aku menjawab “Ada, 3 warga”.  Siang harinya, kami bertemu di depan gang rumah (karena gerbang gang dikunci untuk lockdown mandiri).  Dibantu Nino & Nina aku menerima 3 paket sembako dan langsung aku serahkan ke 3 warna yang kami pikir membutuhkan.  Aku berterimakasih kepada rekan tadi dan juga kepada Nina Nino yang telah membantu.
Tak lama, Mbak tukang sayur datang.  Keranjang gendongnya masih penuh dengan sayur dan bahan makanan.  Seperti biasa, Nino selalu ikut sibuk jika si Embak ini datang.  Di tengah obrolanku dengan Mbak sayur, Nino nyeletuk “Mama beli aja semua, biar Mbak Mud ringan keranjangnya”.  Aku tertawa, tapi dalam hati aku terharu dengan perhatiannya.  

 Satu hal lagi yang aku sadari dalam pandemi ini; banyaknya hati orang yang terketuk untuk membantu sesama. Nina & Nino yang dengan semangat membantu memasak dan mengemas nasi box yang akan dikirim ke panti asuhan. Mungkin bukan hal yang besar, tapi anak-anak belajar tentang keindahan berbagi.  Mereka juga saya ajak untuk mensyukuri apa yang mereka bisa nikmati sehari-hari, sesederhana apapun itu.  Karena bisa jadi ada orang-orang yang tidak dapat menikmatinya.




Kantor tempat aku bekerja yang membuat alat dan membeli APD untuk dibagikan ke beberapa Rumah Sakit di Jawa Tengah.  Dalam situsi seperti ini, ketika jumlah APD sangat terbatas sedangkan kebutuhan masih tinggi, sedikit bantuan dari kita adalah hal yang sangat berarti bagi Nakes dan pasien.
Lalu rekan kerja yang tadi saya ceritakan, yang bekerjasama dengan teman-temannya; menggalang dana, membeli bahan dari warung-warung kecil lalu membagikannya ke orang-oranng yang membutuhkan. Mereka meluangkan waktu untuk menfasilitasi penggalangan dana, membantu penjualan warung kecil, dan membantu beberapa orang yang membutuhkan.  Tanpa memandang latar belakang ras maupun agama.
  

Saya yakin masih banyak lagi contoh bahkan lebih besar & luas bentuk bantuannya. Ah, tapi besar atau kecil, bukankah niat dari hati yang tulus itu yang perlu kita hargai dan syukuri?


Kepada engkau yang sedang kesusahan
Aku tahu ini sulit, tapi percayalah ini akan berlalu
Aku tahu engkau lelah, kuatkan hatimu dan jalanilah
Aku tak akan memintamu bersabar, karena kau sedang melakukannya
Dan Allah bersama orang-orang yang sabar.


Salatiga, 2 Mei 2020
Ramadhan di tengah Pandemi
Jilena G

No comments:

Post a Comment

resah

keresahan itu  seperti terbangun dari mimpi tersepi dengan tubuh bergetar dan jantung yang berdebar kegelisahan yang tidak dimengerti sepert...