Saturday, May 6, 2017

Dari Seni Turun ke Hati

Katanya darah seni itu turunan.  Menggambar, musik, menulis, membaca. Jika aku pikir-pikir, aku mengenal itu semua dari almarhum Bapak. (Bukan bermaksud bilang kalau aku ini seniman, mungkin lebih tepat disebut penyuka dan penikmat seni) 

Dulu waktu aku masih SD, Bapak lah yang mengenalkanku pada gitar.  Aku masih ingat, sebuah gitar akustik sederhana, dengan stiker bergambar singa pada bodinya.  Sebuah gitar yang sering dimainkan Bapak ketika siang hari sepulang aku sekolah atau sore sebelum jam makan malam.  Lagu Karo yang waktu itu aku tidak mengerti artinya, lagu-lagu Ebiet G AD, atau lagu-lagu milik The Scorpion.   Kadang kami, anak-anak Bapak, meminta Bapak mengiringi jika kami ingin menyakikan lagu anak-anak, seperti “Naik-naik ke puncak gunung”, atau “Di sini senang, di sana senang”.  Hingga suatu saat aku penasaran dengan bagaimana cara memainkannya dan bertanya pada beliau.  Kunci pertama yang Bapak ajarkan adalah kunci A.  Dan setelah itu aku tidak penasaran lagi, karena menurutku rasanya sulit.  Setelah itu aku tidak bertanya maupun mencoba lagi.  Ujung jari-jariku  terasa sakit, dan bunyi yang dihasilkan ketika aku menggenjreng nya terdengar seperti “plekethek.. plekethek”.  Aku baru belajar lagi ketika sudah duduk di bangku SMP, ketika jemariku sudah lebih besar, begitu juga rasa keingintahuanku.


Dulu waktu aku masih SD kami memiliki sebuah keyboard mini yang dilengkapi tombol instrumen dan juga kunci dasar serta pilihan jenis bunyi.  Aku dan adik lelakiku sangat menyukai alat musik ini.  Kadang Bapak memintaku untuk menyanyi dengan diiringi keyboard mini ini, lalu merekamnya dengan Tape recorder.  Tentu saja, aku harus berlatih dahulu sampe dirasa cukup bagus, sebelum Bapak mulai menekan tombol “RECORD”.  Tahu sendiri lah, jaman segitu, belum ada fasilitas “delete” jika hasil rekamannya tidak memuaskan.  Entah sekarang dimana hasil rekamannya, aku rasa itu bahkan sudah hilang ketika aku menginjak bangku SMP.

Sama halnya musik, aku mengenal menggambar juga dari Bapak.  Bapak mengajariku menggambar gajah dan kuda beserta step by step-nya. Aku bukanlah pelukis yang handal.  Jauh dari situ malah. Aku tidak tahu banyak tentang lukisan ataupun sejarahnya.  Tapi aku suka memandangi lukisan yang aku lihat (kapanpun, di manapun), lalu asyik dengan pertanyaan-pertanyaan dikepala yang muncul ketika aku melihat lukisan-lukisan tersebut.
Lukisan Bolang (Kakek) oleh Bapak

Pun ketika aku sedang menggambar, aku sangat menikmati prosesnya.  Entah itu menggambar menggunakan pinsil, ballpoint, spidol, cat warna, komputer (apapun/ bagaimanapun hasilnya)
Me - with Klara dan sisa cat air Nina Nino

Lalu tentang menulis dan membaca.  Saya tau bahwa Bapak suka membaca dari koleksi novel-novel beliau yang tersimpan di loteng.  Ketika Bapak ketika Bapak pulang setelah sekitar sebulan kerja di luar kota, selain oleh-oleh makanan, dulu beliau sering membawakan kami Novel.  Bukan novel baru, tapi tetap saja membuat kami, anak-anaknya senang.  Satu diantara beberapa novel yang sering dibawa Bapak adalah karya Agatha Christie. 

Aku tahu bahwa Bapak juga suka menulis, ketika menemukan sebuah buku berisi tulisan tangan Bapak.  Pada halaman pertamanya ada tulisan “Siluman Harimau”.  Kakak perempuanku juga adalah seorang penulis.  Dia menulis beberapa novel dan cerpen ketika dia masih SMA dan semester awal kuliah,  meskipun tidak pernah diterbitkan.  Dan aku adalah penggemar nomer satunya.  Saat ini ia lebih fokus pada passion dia yang lain, yaitu sebagai instructor  senam.

Aku sendiri menyukai proses menulis, meskipun lebih sering asal-asalan dan tidak konsisten.  Tapi aku menyukainya.  Ketika menuangkan apa yang ada dipikiranku, imajinasiku, atau bahkan mimpi-mimpi anehku dalam bentuk tulisan.

Aku menemukan "my very own room", ketika bemain gitar, menulis dan mencoret-coret sesuatu diatas kertas.  


Dan saat ini, aku mendengarkan lagu Wind of Chage-nya Scorpion, minum kopi hitam kesukaan Bapak (Kaca mata), aku menulis sambil membayangkan Bapak yang sedang memainkan gitar dengan rokok terjepit diantara jari-jarinya.  Tersenyum memandangi kami.

Yeah, aku memang lagi merindukan beliau.



*Doa untuk tempat terbaik di sana untuk Bapak

~J 







No comments:

Post a Comment

41

perjalanan ke dalam, masih jauh dari tujuan.   tapi aku tahu yang  kutuju. aku hanya perlu menjadi kukuh melalui jalur yang benar dan terus ...